jump to navigation

Problema Legislasi, Siapa Bertanggungjawab? May 10, 2012

Posted by DPRa PKS Pamulang Barat in Politik.
Tags: , , ,
trackback

Isu legislasi di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) selalu menjadi sorotan media, karena dianggap produktivitas lembaga tinggi ini yang tidak optimal. Bukan hanya tak pernah memenuhi target yang ditetapkan, namun juga beberapa perundangan yang ingin disahkan sangat kuat tarik menarik politisnya. Meski demikian sebenarnya publik tidak perlu heran, karena DPR memang lembaga politik. Setiap partai yang berada di parlemen memiliki tafsir atas apa yang penting bagi publik.

Pada periode 2010 hingga 2014, DPR menetapkan 247 Rancangan Undang Undang (RUU) dan setiap tahun dicanangkan jumlah yang akan dibahas. Pada tahun 2010, DPR menargetkan menyelesaikan 70 RUU, namun di akhir masa persidangan II pada bulan Desember 2010, DPR hanya berhasil mengesahkan 16 RUU menjadi Undang Undang (UU). Itu artinya sekitar 22% pencapaian dari target.

Pada tahun 2011, DPR menetapkan total 91 RUU untuk dibahas dan disahkan. Hingga berita ini diturunkan, DPR baru menyelesaikan sekitar 18 RUU (berita diturunkan sebelum pidato Ketua DPR yang biasanya menyebutkan jumlah capaian RUU yang disahkan -red).

Tentu saja pencapaian ini menjadi bahan bulan – bulanan, ejekan dari berbagai lembaga ekstraparlemen, seperti LSM dan akademisi. Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia (FORMAPPI) pertengahan tahun 2009 mengungkapkan, kinerja DPR periode 2009-2014 sejak dilantik tahun 2008 tidak seproduktif DPR periode sebelumnya.

Meski demikian, publik memang diharapkan memahami bahwa penyusunan sebuah paket RUU tidak semata ada di tangan DPR. Menurut Direktur Monitoring Advokasi dan Jaringan PSHK (Pusat Studi Hukum dan Kebijakan) Ronald Rofiandri, seperti di kutip di situs PSHK, kegiatan penyusunan UU melibatkan paling tidak 2 (dua) objek, yaitu “aktor” (para pihak yang terlibat dalam proses penyusunan, pembahasan hingga persetujuan bersama atas Rancangan Undang Undang (RUU) menjadi UU), dan “mesin” (seperangkat peraturan, prosedur, daya dukung, rapat – rapat, korespondensi, lobby, hinggal hal – hal teknis seperti pengarsipan dan publikasi).

Pemerintah dan DPR merupakan pihak yang berkontribusi terhadap postur dan akselerasi Prolegnas, katanya. Jadi bila capaian target pembahasan RUU tidak sesuai target, tanggungjawab pemerintah sama besarnya dengan DPR. Ini karena setiap pembahasan RUU dilakukan bersama antara pemerintah dan DPR.

DPR memiliki pengalaman yang tidak mengenakkan dalam pembahasan RUU Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dalam kedua pembahasan RUU penting yang dinanti rakyat tersebut, yang menjadi faktor penghambat justru pihak pemerintah yang terkesan tidak semangat membahasnya sehingga pembahasan menjadi berlaru – larut. Meskipun akhirnya disahkan, tetapi pembahasan kedua RUU tersebut telah memakan waktu yang panjang dan energi besar DPR yang daya dukungnya terbatas (tidak sedigdaya pemerintah). Hal ini juga tentunya menghambat lari DPR dalam membahas RUU – RUU lain yang mengantri.

Sumber: Tabloid SUARA KEADILAN Edisi Desember 2011

Comments»

No comments yet — be the first.

Leave a comment